smoot slider

  • Selamat ulang tahun, MP!

    Selamat ulang tahun, MP!

    HUT ke-8 Mall Pekanbaru

    Untuk memeriahkan Hari Jadi Mall Pekanbaru yang ke-8. Akan menggelar " Riau Design Blog Competition ". pada tangal 16 sampai dengan tanggal 23 oktober 2011. Dalam acara ini... Selengkapnya->

  • Hari Kesaktian Pancasila

    Memperingati Hari Kesaktian Pancasila:"Presiden Pimpin Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila"

    Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Hj Ani Bambang Yudhoyono serta Wapres Boediono dan Ibu Herawati menghadiri peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Sabtu (1/10) pagi. Selaku inspektur upacara...Selengkapnya->

  • HUT Telkom Indonesia

    HUT Telkom Indonesia:"155 tahun berdiri kokoh"

    Memperingati hari ulang tahun Telkom Indonesia ke-155 “Semangat garuda yang tak pernah lekang, tak pernah luntur , tak pernah luput. Akan tetap melaju, terus melaju, walau jurang berbadai didepan mata, tak gentar, karena kami tak akan pernah gentar. karena kami merah dan putih, karena kami garuda, karena kami... INDONESIA...”Selengkapnya->

  • Hari Sumpah Pemuda

    Memperingati Hari SUmpah Pemuda 28 oktober:"Saatnya bangkit, wahai pemuda pemudi indonesia!"

    SEKITAR 82 tahun silam, ketika gempuran senjata masih begitu kental terasa, para pemuda maju ke garda depan sambil membusungkan dada untuk mempertahankan harga diri bangsa...Selengkapnya->

  • [EVENT]

    [EVENT]Telkom dan MP Adakan Lomba Design Blog untuk Pelajar Riau

    Untuk melakukan kesenjangan pengetahuan tentang information, communication dan technology (ICT) yang berbasis teknologi digital di kalangan pelajar di Provinsi Riau, PT Telkom Wilayah Daratan bekerja sama dengan Mal Pekanbaru (MP) melakukan Lomba Design Blog untuk tingkat SMA dan SMP se-Provinsi Riau...Selengkapnya->

sumpah Pemuda

MAKNA SUMPAH PEMUDA

Merenungi Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2010: 
Menumbuhkan Kembali Patriotisme dan Nasionalisme 

SEKITAR 82 tahun silam, ketika gempuran senjata masih begitu kental terasa, para pemuda maju ke garda depan sambil membusungkan dada untuk mempertahankan harga diri bangsa. Kaum kolonialis hanya tersenyum culas memandang Indonesia yang tidak bisa berkutik saat itu, seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Realitas mengenai ketertindasan inilah yang mendorong para pemuda saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat bangsa.




Usaha para pemuda dibayar dengan buah keberhasilan yang sepadan. Salah satu bukti otentik lahirnya bangsa Indonesia adalah dengan dicetuskannya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebuah sumpah dari para pemuda Indonesia tentang loyalitas dan dedikasi mereka terhadap negara. Mereka mengukir jiwa nasionalisme dan patriotisme dengan tiga kata kunci : satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Indonesia benar-benar telah menjadi sebuah negara, bukan lagi suku-suku yang berjalan sendiri dengan kepincangannya.

Meminjam kata-kata Moh. Yamin, semangat yang selama ini tertidur kini telah bangun. Inilah yang dinamakan roh Indonesia. Para pemuda saat itu telah menunjukkan integritasnya yang tinggi, demi bumi pertiwi. Dengan nasionalisme dan patriotisme yang tinggi, mereka bahu-membahu untuk menghancurkan kemunafikan kaum kolonialis. Membuka ruang bagi rakyat yang tertindas untuk menghirup kebebasan hak asasi manusia.

Ingat selalu kata-kata brilian Bung Karno yang menyatakan "Jas merah", jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Sebuah kata yang tidak kosong, melainkan mampu men-dopping dan memberi suggest bagi siapa saja yang mendengarnya. Sebuah histori yang diukir dengan tinta emas, menggambarkan seberapa keras dan mahalnya sebuah kebebasan. Penyulut semangat agar rasa cinta dan loyalitas terhadap tanah air semakin membumbung tinggi.

Hanya saja, apakah kata-kata itu masih terukir di dalam memori? Masih adakah yang mengaplikasikannya dengan baik atau justru berakhir sebagai angin lalu dengan makna ambiguitas? Mempelajari dan mengenang sejarah bukan berarti berjebak dalam halusinasi dan fantasi keberhasilan masa lalu, melainkan mempertahannya. Bukan berarti membanggakan apa yang pernah terjadi, melainkan melanjutkan perjuangannya. Terlalu menyedihkan karena suatu bangsa tidak lagi mengacuhkan nilai implisit dan eksplisit yang terkandung di dalam sejarah. Baik itu ditunjukan secara ril ataupun tidak. Masa memang telah berganti, namun bukan berarti rasa nasionalisme harus turut merosot dimakan waktu. Jangan sampai kekayaan pesan sejarah bangsa dipereteli perlahan-lahan oleh waktu.

Dewasa ini, nilai keramat sumpah pemuda mulai terasa aus. Kesakralannya kebanyakan hanya diisi dengan upacara peringatan sederhana, dan tidak jarang upacara itu "kosong", tidak sampai pada makna yang sesungguhnya. Padahal, di saat negara tengah terombang-ambing badai globalisasi ditambah rongrongan dan campur tangan bangsa asing, sehingga beberapa ciri budaya bangsa sendiri dirampas oleh bangsa lain seperti sekarang ini, persatuan dan kesatuan (united and unified) merupakan satu-satunya tembok beton yang dibutuhkan oleh negeri ini. Benteng pertahanan yang paling kuat agar dapat kembali menstabilkan keadaan negeri.

Tengoklah, para pemuda hanya bergeming menghadapi keadaan negara yang kian carut marut, bahkan tidak jarang mereka justru menambah kekacauan negeri. Menangislah Ibu Pertiwi menyaksikannya. Kenyataan bahwa para pemuda bangsa memiliki rasa nasionalisme tinggi kini bukan lagi sebuah realita, melainkan hanya sebagai sebuah ilusi. Ini bukanlah sebuah omong kosong. Karena pada kehidupan ril kini, para pemuda justru saling berlomba menghancurkan persatuan, setidaknya itulah yang secara kasat mata dapat di tangkap. Meskipun tidak seluruh pemuda bangsa memiliki pemikiran dangkal seperti itu. Fenomena ini seperti mufakat yang diinterupsi karena dianggap tidak relevan lagi dengan zaman.

Jika ditengok dengan seksama, jangankan membentuk forum untuk memikirkan masa depan negara. Para pemuda justru sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Saling bergerombol di suatu tempat dan menyatakan diri sebagai geng motor, menakut-nakuti masyarakat, melakukan tindak kekerasan secara brutal, tawuran, bahkan saling menganiaya satu sama lain. Sekuat apa pun proteksi yang diberikan kepada negara ini, akan selalu berakhir sia-sia jika para penerus bangsa tidak mencoba bangkit dan menuju jalan yang lebih baik.

Kini, nilai-nilai memang telah bergeser. Jika dulu nasionalisme, patriotisme, dan heroisme begitu dijunjung tinggi, maka kini egoisme, ekstrimisme, dan primodialisme-lah yang lebih mendominasi. Jangankan memiliki jiwa persatuan, justru yang diutamakan adalah gengsi dan arogansi. 

Padahal, kualitas para pemuda bangsa kini telah berpuluh kali lipat lebih maju dibandingkan dulu, ditunjang dengan mutu pendidikan, kebebasan berpendapat, kemajuan tekhnologi, dan seminar-seminar terbuka. Seharusnya itu telah cukup untuk menjadi benih dalam membangkitkan nasionalisme. 

Dalam konteks seperti ini, banyak yang harus dipelajari dari sikap pemuda dulu. Seperti berkaca di cermin yang retak. Jika pemuda dulu tampak tangguh dengan kobaran semangatnya, maka pemuda saat ini tampak menyedihkan dengan keleha-lehaannya. Ini memalukan!


Indonesia bukan lagi negara jajahan kolonial, tapi Indonesia adalah negara merdeka yang berdaulat. Berhentilah menyia-nyiakan cucuran peluh dan darah para pejuang. Para pemudalah yang memiliki andil besar di sini. Sejak dahulu, pemuda adalah tumpuan dan harapan suatu bangsa, jatuh bangunnya suatu bangsa tergantung pada para pemudanya. Zaman telah modern, berhentilah berpikiran kuno dan ortodok. Membangkitkan suatu bangsa tidak cukup hanya dengan mengandalkan kaum elit dan cendikiawan, namun seluruh rakyat semesta harus bergerak.


Kembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme adalah sikap kesetiaan tertinggi seseorang yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, sedangkan patriotisme adalah sikap rela berkorban demi bangsa dan negara. Menurut Staub, patriotisme adalah sebuah keterikatan (attachment) seseorang pada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik, dan sebagainya).

Dedikasi dan loyalitas para pemuda kepada Negara memang harus kembali dibangkitkan. Tengoklah negara-negara Asia Timur seperti Korea dan Jepang misalnya, mereka mengadakan program wajib militer bagi rakyatnya, semata-mata hanya untuk membangkitkan rasa nasionalisme. Hal seperti itulah yang diperlukan bangsa ini. 

Tidak perlulah mengharapkan program wajib militer berjalan di Indonesia. Cukup para pemuda belajar dengan sungguh-sungguh, mempertontonkan prestasi dalam berbagai bidang ke kancah dunia. Memanfaatkan bakat, minat, dan kemampuan dalam hal yang positif. Buka seleba-lebarnya forum dan seminar tentang semangat nasionalisme. Jangan lagi ada kekerasan satu sama lain, tawuran antarpelajar dan mahasiswa, tawuran antarsuku, dan bentrokan antarmasyarakat. Mulailah semuanya dari hal kecil, seperti mencintai budaya sendiri.

Harus ada sedikit renovasi dalam diri bangsa ini, pupuk dan tumbuhkan lagi jiwa revolusi dan jiwa kepahlawanan. Bangunkan kembali Indonesia dari tidur panjangnya. Maju ke garda depan, jadilah permata, buatlah bangsa lain menjadi silau!